Jatnika
Sari (13110727)
Rezah
Zulfikar (15110824)
Jurusan
Sistem Informasi. Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi.
Universitas
Gunadarma
Pada
tahun 2011 lalu, dunia telekomunikasi dihebohkan dengan bocornya data
pelanggan. Tidak tanggung-tanggung jumlah data pelanggan yang bocor kabarnya
mencapai 25 juta pelanggan. Saat itu, komisi I DPR mendesak Badan Regulasi
Telekomunikasi Indonesia (BRTI) mengusut dan menyelesaikan kasus kebocoran data
pelanggan telekomunikasi yang mencapai lebih dari 25 juta pelanggan. BRTI juga
diminta berkoordinasi dengan BI untuk mengetahui bank penyedia kredit tanpa
agunan (KTA) yang menggunakan SMS maupun telepon. Parlemen memberi waktu kepada
lembaga itu selama satu bulan.
RDP
kali ini dilatarbelakangi oleh keresahan masyarakat terhadap maraknya
penyebarluasan panggilan telepon maupun SMS yang kontennya sangat beragam,
termasuk di antaranya yang paling sering adalah promosi KTA. Beberapa anggota
anggota Komisi I menduga ada kebocoran data pelanggan, yang menyebabkan
banyaknya kiriman SMS yang setiap hari membanjiri hampir setiap perangkat
telekomunikasi seluler dan FWA (Fixed Wireless Access).
Anggota
Komisi I, Enggartiasto Lukita, mengatakan telah terjadi permainan bisnis yang
menggunakan data pelanggan telekomunikasi. Buntutnya, konsumen dirugikan.
Menurut politisi Partai Golkar ini, BRTI harusnya berkoordinasi dengan BI
ketika menerima keluhan pelanggan tentang penawaran fasilitas KTA. “Pemerintah
sebaiknya tidak boleh membiarkan ini,” ujarnya.
Sementara
itu, Ketua BRTI Basuki Yusuf Iskandar mengaku kesulitan menentukan pelaku
pembobol data pelanggan pengguna telepon seluler. Soalnya, pada pertemuan yang
digelar antara BRTI dengan seluruh provider belum lama ini, tidak ada satupun
pihak yang mengaku telah membocorkan data pelanggan. “Kebocoran justru diduga
karena pihak lain, seperti bank penyedia fasilitas kartu kredit,” katanya.
Pernyataan
Basuki didukung oleh Dirjen Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kemenkominfo,
Syukri Batubara. Menurutnya, BRTI telah melakukan sejumlah tindakan, yakni
memanggil PT Bumikharisma Lininusa pada tanggal 26 Januari 2011 untuk meminta
klarifikasi iklan yang dibuatnya di Harian Kompas halaman 29 tanggal 10 Januari
2011, dimana perusahaan tersebut menyebutkan: “menyediakan 25 juta data
pelanggan seluler aktif, valid dan legal seluruh Indonesia untuk SMS Promo
anda”.
Pada
klarifikasi tersebut, PT Bumikharisma menjelaskan, mereka hanya sebagai
reseller dari produk mobile advertising yang bekerja sama dengan penyelenggara
telekomunikasi dimana SMS di- broadcast dilakukan oleh penyelenggara
telekomunikasi, sehingga tidak ada nomor-nomor yang keluar dari operator. Oleh
karenanya, mengenai iklan 25 juta data pengguna itu adalah data yang tetap ada
di operator.
Analisa
Kasus
kebocoran data pelanggan seperti ini merupakan hal yang sensitif bagi
pelanggan, hal ini menyangkut etika bisnis. Dalam dunia bisnis, memang tidak
bisa dihindari kemungkinan kerjasama dengan pihak / bisnis lain dalam usaha
pengembangan dan pertumbuhan bisnis. Alangkah baiknya jika hal tersebut
dilakukan secara etis dan legal, sehingga tidak ada pihak yang merasa
dirugikan. Jika pihak operator ingin menggunakan data pelanggan untuk
kepentingan bisnis yang lain, sebaiknya saat pelanggan diminta mengisi data-data
pribadinya perlu ada persetujuan dari pelanggan yang bersangkutan bahwa ia
bersedia datanya digunakan untuk keperntingan lain (dengan menyebutkan pula
kepentingannya untuk apa). Memang operator tidak bisa disalahkan begitu saja,
setiap operator pasti memiliki mekanisme penjaminan kerahasiaan data pelanggan
dan sistem audit dan kontrol yang ketat. Peraturan perundang-undangan juga
telah dibuat untuk mengantisipasi terjadinya hal-hal semacam ini dan melindungi
hak pelanggan.
Pada
dasarnya penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan data pelanggan.
Hal ini tegas diatur Pasal 4 ayat (2) huruf b dari Peraturan Menteri Kominfo No
23/M.KOMINFO/10/2005 tentang Registrasi terhadap Pelanggan Jasa Telekomunikasi.
Sedangkan Pasal 5 ayat (4) menyebutkan, bahwa dikecualikan dari ketentuan ayat
(3) penyelenggara jasa telekomunikasi wajib menyerahkan identitas pelanggan
jasa telekomunikasi pra bayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) atas
permintaan:
(a)
Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk proses
peradilan tindak pidana terkait; (b) Menteri yang membidangi telekomunikasi
untuk keperluan kebijakan di bidang telekomunikasi; (c) Penyidik untuk proses
peradilan tindak pidana tertentu lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Ketentuan
tersebut mengacu pada UU No 36 Tahun 1999, Pasal 42 ayat (1) yang menyebutkan
bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang
dikirim dan atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan
telekomunikasi dan atau jasa telekomunikasi yang diselenggarakannya.
Referensi
:
0 komentar:
Posting Komentar