Tampilkan postingan dengan label Artikel Realigi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Realigi. Tampilkan semua postingan
Apakah Kita Tak Pernah Sombong?
Dahulu kala
diceritakan pernah ada seorang suami dan istri yang ketika sedang duduk di
depan rumahnya, melintas sepasang laki-laki dan wanita di depan mereka. Sang
wanita tinggi ramping dan mengenakan baju indah, sementara yang laki-laki
berpostur pendek dan sederhana. Tiba-tiba si istri yang melihat berkata,
"Huh, wanita itu sungguh sombong. Dia berdandan agar dirinya tampak lebih
tanpa memperhatikan orang lain."
Seketika itu
suaminya berkata, "Kejar wanita itu dan minta maaf padanya."
Setelah
mereka bertemu dan istri itu minta maaf, wanita itu menjelaskan bahwa dia
berdandan dengan indah untuk membahagiakan suaminya agar suaminya bisa 'bangga'
dengan dirinya. Dan suami wanita itu adalah lelaki pendek yang sedang berjalan
bersamanya.
Cerita ini
adalah salah satu dari sekian banyak peristiwa yang kita jalani yang
menunjukkan betapa mudahnya kita menilai manusia dari apa yang tampak
diluarnya. Kita begitu mudah menjatuhkan hukuman predikat sombong kepada orang
yang tampak tidak simpatik bagi kita. Kita dengan mudah mengatakan arogan
kepada mereka yang sikapnya menurut kita tidak menyenangkan.
Kemudian
kita membenci mereka dengan berlindungkan hadist "Tidak akan masuk
surga orang yang dalam lubuk hatinya terdapat perasaan sombong (arogan)
walaupun cuma sebesar atom." (HR Bukhari Muslim) atau bahkan dengan
ayat Allah "Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong
lagi membanggakan diri" (Luqman:18) tanpa kita pernah tahu kenapa
mereka bersikap seperti itu.
Jangan-jangan
kita pernah mengatakan teman kita sombong karena tidak mau menerima uluran
tangan kita, padahal bisa jadi dia begitu ingin hanya bergantung pada Allah
dengan tidak merepotkan kita. Jangan-jangan kita pernah mengatakan orang lain
sombong karena ia tidak pernah mau berkumpul dengan kita padahal ia ingin
menjaga diri dari kesia-siaan waktu atau bahkan karena harus mengerjakan
pekerjaan lain yang tidak bisa menunggu. Jangan-jangan kita pernah mengatakan
kawan kita sombong hanya karena ia tidak pernah mau menegur sapa kita terlebih
dahulu padahal pada dasarnya ia memang pemalu. Jangan-jangan kita pernah
membenci orang karena penampilannya, padahal memang Allah yang menciptakan
tubuhnya seperti itu.
Jika seperti
ini yang sudah kita kerjakan, maka kita harus waspada bahwa jangan-jangan kita
yang sesungguhnya sombong. Kita bisa jadi telah berdosa kepada Allah karena
kita sesungguhnya telah mengambil alih kekuasaan-Nya dalam menilai hati
manusia. Ingatkah kita bahwa hanya Allah yang bisa melihat apa yang tersembunyi
di balik hati manusia?
Kepada kawan
itu pun kita juga berdosa karena telah berburuk sangka. Rasulullah Saw sendiri
pernah berkata, "Berhati-hatilah kalian dari prasangka-prasangka (yang
buruk). Karena sesungguhnya prasangka itu adalah sedusta-dustanya perkataan."
(Muttafaqun 'alaih). Juga ketahuilah bahwa dengan mencapnya sombong kita
sebenarnya telah menghina mereka yang justru bisa jadi sedang berusaha menjadi
hamba Allah. Takutlah kita jika buruk sangka itu kemudian kita sebar-sebarkan,
sementara kawan yang kita sakiti menangis di tengah malam mengadukan kita
kepada Allah. Takutlah akan balasan perbuatan kita.
Bagi
saudara-saudaraku yang terzhalimi dengan diperlakukan sebagai orang sombong,
tidak usah kalian berkecil hati. Apa yang kalian lakukan biarlah dinilai Allah,
karena hanya Ia yang bisa memuliakan dan menghinakan kita. Luruskanlah niat dan
sempurnakan amal. Serta maafkan dan doakan kami agar Allah mengampuni dosa-dosa
kami yang memang suka mendewakan perasaan sendiri dan menilai segala sesuatu dari
yang kasat mata ini.
REFERENSI : ERAMUSLIM
Wanita Itu Mutiara
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Woman was made from the rib of man, She was not created from
his head to top him, Not from his feet to be stepped upon, She was made from
his side to be close to him, From beneath his arm to be
REFERENSI :
ERAMUSLIM
protected by him, Near
his heart to be loved by him.
Karena
itulah, dalam hidup saya tidak ingin berbuat sesuatu yang sekiranya dapat
mengecewakan dan melukai seorang wanita. Namun sikap yang tepat dan bijak harus
diberikan seorang pria mengingat wanita itu terbuat dari tulang rusuk yang
bengkok, yang apabila terdapat kesalahan padanya, pria harus berhati-hati
meluruskannya. Terlalu keras akan mematahkannya, dibiarkan juga salah karena
akan tetap pada kebengkokannya. Meski demikian, tidak sedikit pria harus
membiarkan wanita kecewa demi meluruskan kesalahan itu, toh setiap pria yang
melakukan itu pun sangat yakin bahwa kekecewaan itu hanya sesaat kerena
selanjutnya akan berbuah manis.
Wanita itu
ibarat bunga, yang jika kasar dalam memperlakukannya akan merusak keindahannya,
menodai kesempurnaannya sehingga menjadikannya layu tak berseri. Ia ibarat
selembar sutra yang mudah robek oleh terpaan badai, terombang-ambing oleh
hempasan angin dan basah kuyup meski oleh setitik air. Oleh karenanya, jangan
biarkan hatinya robek terluka karena ucapan yang menyakitkan karena hatinya
begitu lembut, jangan pula membiarkannya sendirian menantang hidup karena
sesungguhnya ia hadir dari kesendirian dengan menawarkan setangkup ketenangan
dan ketentraman. Sebaiknya tidak sekali-kali membuatnya menangis oleh sikap yang
mengecewakan, karena biasanya tangis itu tetap membekas di hati meski airnya
tak lagi membasahi kelopak matanya.
Wanita itu
mutiara. Orang perlu menyelam jauh ke dasarnya untuk mendapatkan kecantikan
sesungguhnya. Karenanya, melihat dengan tanpa membuka tabir hatinya niscaya
hanya semu sesaat yang seringkali mampu mengelabui mata. Orang perlu berjuang
menyusur ombak, menahan arus dan menantang semua bahayanya untuk bisa
meraihnya. Dan tentu untuk itu, orang harus memiliki bekal yang cukup sehingga
layak dan pantas mendapatkan mutiara indah itu.
Wanita itu
separuh dari jiwa yang hilang. Maka orang harus mencarinya dengan seksama,
memilihnya dengan teliti, melihat dengan hati-hati sebelum menjadikannya
pasangan jiwa. Karena jika salah, ia tidak akan menjadi sepasang jiwa yang bisa
menghasilkan bunga-bunga cinta, melainkan noktah merah menyemai pertikaian. Ia
tak akan bisa menyamakan langkah, selalu bertolak pandang sehingga tak
memberikan kenyamanan dan keserasian. Ia tak mungkin menjadi satu hati meski
seluruh daya dikerahkan untuk melakukannya. Dan yang jelas ia tak bisa menjadi
cermin diri disaat lengah atau larut.
Wanita
memiliki kekuatan luar biasa yang tak pernah dipunyai lawan jenisnya dengan
lebih baik. Yakni kekuatan cinta, empati dan kesetiaan. Dengan cintanya ia
menguatkan langkah orang-orang yang bersamanya, empatinya membangkitkan mereka
yang jatuh dan kesetiaannya tak lekang oleh waktu, tak lebur oleh perubahan.
Dan wanita
adalah sumber kehidupan. Yang mempertaruhkan hidupnya untuk sebuah kehidupan
baru, yang dari dadanya dialirkan air susu yang menghidupkan. Sehingga semua
pengorbanannya itu layak menempatkannya pada kemuliaan surga, juga keagungan
penghormatan.
Untung saya
bukan penyanyi ngetop yang menjadikan wanita dan cintanya sebatas syair lagu
demi meraup keuntungan. Sehingga yang tampak dimata hanyalah wanita sebatas
bunga-bunga penghias yang bisa dicampakkan ketika tak lagi menyenangkan.
Kebetulan saya juga bukan bintang sinetron yang kerap diagung-agungkan wanita.
Karena kalau saya jadi mereka, tentu ‘kebanggaan’ saya dikelilingi wanita
cantik bisa berbeda makna dengan kebanggaan saya sebagai seorang yang bukan
siapa-siapa.
Bagusnya
juga wanita-wanita yang mendekati dan mengelilingi saya bukanlah mereka yang
rela diperlakukan tidak seperti bunga, bukan selayaknya mutiara dan tak
selembut sutra. Bukan wanita yang mencampakkan dirinya sendiri dalam kubangan
kehinaan berselimut kemewahan dan tuntutan zaman. Tidak seperti wanita yang
rela diinjak-injak kehormatannya, tak menghiraukan jerit hatinya sendiri, atau
bahkan pertentangan bathinnya. Juga bukan wanita yang membunuh nuraninya
sendiri sehingga tak menjadikan mereka wanita yang pantas mendapatkan
penghormatan, bahkan oleh buah hatinya sendiri.
Mengapa Wanita Mudah Menangis ?
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Suatu ketika, ada seorang anak
laki-laki yang bertanya pada ibunya. "Ibu, mengapa Ibu menangis?".
Ibunya menjawab, "Sebab aku wanita". "Aku tak mengerti"
kata si anak lagi. Ibunya hanya
tersenyum dan memeluknya erat. "Nak, kamu memang tak akan pernah
mengerti...."
Dalam mimpinya ia merasa seolah Tuhan menjawab,
"Saat Kuciptakan wanita, Aku membuatnya menjadi sangat utama. Kuciptakan
bahunya, agar mampu menahan seluruh beban dunia dan isinya, walaupun juga bahu
itu harus cukup nyaman dan lembut untuk menahan kepala bayi yang sedang
tertidur.
Kemudian anak itu bertanya pada ayahnya. "Ayah,
mengapa Ibu menangis?, Ibu menangis tanpa sebab yang jelas". sang ayah
menjawab, "Semua wanita memang sering menangis tanpa alasan". Hanya
itu jawaban yang bisa diberikan ayahnya.
Sampai kemudian si anak itu tumbuh menjadi remaja, ia
tetap bertanya-tanya, mengapa wanita menangis. Hingga pada suatu malam, ia
bermimpi dan bertanya kepada Tuhan, "Ya Allah, mengapa wanita mudah sekali
menangis?"
Kuberikan wanita kekuatan untuk dapat melahirkan dan
mengeluarkan bayi dari rahimnya, walau kerap berulangkali ia menerima cerca
dari anaknya itu. Kuberikan keperkasaan yang akan membuatnya tetap bertahan,
pantang menyerah saat semua orang sudah
putus asa.
Kepada wanita, Kuberikan kesabaran untuk merawat
keluarganya walau letih, walau sakit, walau lelah, tanpa berkeluh kesah.
Kuberikan wanita, perasaan peka dan kasih sayang untuk
mencintai semua anaknya dalam kondisi dan situasi apapun. Walau acapkali
anak-anaknya itu melukai perasaan dan hatinya. Perasaan ini pula yang akan
memberikan kehangatan pada bayi-bayi yang mengantuk menahan lelap. Sentuhan
inilah yang akan memberikan kenyamanan saat didekap dengan lembut olehnya.
Kuberikan wanita kekuatan untuk membimbing suaminya
melalui masa-masa sulit dan menjadi pelindung baginya. Sebab bukannya tulang
rusuk yang melindungi setiap hati dan jantung agar tak terkoyak.
Kuberikan kepadanya kebijaksanaan dan kemampuan untuk
memberikan pengertian dan menyadarkan bahwa suami yang baik adalah yang tak
pernah melukai istrinya. Walau seringkali pula kebijaksanaan itu akan menguji
setiap kesetiaan yang diberikan kepada suami agar tetap berdiri sejajar, saling
melengkapi dan saling menyayangi.
Dan akhirnya Kuberikan ia air mata agar dapat mencurahkan
perasaannya. Inilah yang khusus Kuberikan kepada wanita, agar dapat digunakan
kapan pun ia inginkan. Hanya inilah kelemahan yang dimiliki wanita, walaupun
sebenarnya air mata ini adalah air mata kehidupan".
Mandikan Aku Bunda
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Sebagian wanita menganggap tugas
wanita lebih sebagai manajer di rumahnya tanpa
perlu dipusingkan urusan dapur dan
merawat anak yang lebih pantas
dilakukan oleh para bawahan, alias
pembantu ataupun baby sitter.
Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama. Di sisi lain, tidak sedikit wanita yang tetap
"teguh" dan bangga dengan
kesibukan seputar urusan dapur. Mereka cukup puas dengan imbalan surga untuk
jerih payahnya membenamkan muka di asap
"sauna" mazola (minyak goreng)
dan berparfumkan aroma popok bayi. Saya
tidak mau membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini. Saya hanya ingin
bercerita tentang seseorang ibu dan anak.
Sebut saja Rani namanya. Semasa
kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki idealisme yang tinggi. Sejak
awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang
akademis maupun bidang profesi yang akan digelutinya. Ketika Universitas
mengirim Rani dan temannya untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit
Utrecht, di negerinya bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah. Sementara
temannya, lebih memilih menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dengan
seluk beluk hukum dan perundangan. Beruntung
pula, Rani mendapat pendamping yang
"setara" dengan dirinya, sama-sama
berprestasi, meski berbeda profesi. Alifya, buah cinta mereka lahir ketika
Rani baru saja diangkat sebagai staf Diplomat
bertepatan dengan tuntasnya suami Rani meraih PhD. Konon nama putera mereka
itu diambil dari huruf pertama hijaiyah
"alif" dan huruf terakhir "ya", jadilah nama yang enak
didengar : Alifya. Tentunya filosofi yang mendasari pemilihan
nama ini seindah namanya pula.
Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6
bulan, kesibukan Rani semakin menggila saja.
Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan dari satu negara ke negara
lain makin meninggi. Temannya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif
terlalu kecil untuk ditinggal "
Dengan sigap Rani menjawab : " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Everything is ok." Dan itu betul-betul
ia buktikan. Perawatan dan perhatian anaknya walaupun lebih banyak dilimpahkan
ke baby sitter betul-betul mengagumkan. Alif tumbuh menjadi anak yang lincah,
cerdas dan pengertian. Kakek neneknya selalu memompakan kebanggaan kepada cucu
semata wayang itu tentang ibu-bapaknya. "Contohlah ayah-bunda Alif kalau
Alif besar nanti." Begitu selalu nenek Alif, ibunya Rani bertutur
disela-sela dongeng menjelang tidurnya. Tidak salah memang. Siapa yang tidak
ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil dalam bidang akademis dan pekerjaannya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Alif minta adik. Waktu itu ia dan suaminya menjelaskan dengan
penuh kasih sayang bahwa kesibukan mereka belum memungkinkan untuk menghadirkan
seorang adik buat Alif. Lagi-lagi bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya. Mengagumkan memang. Alif bukan tipe anak yang
suka merengek. Kalau kedua orang
tuanya pulang larut, ia jarang sekali
ngambek. Kisah Rani, Alif selalu
menyambutnya dengan penuh kebahagiaan. Rani bahkan menyebutnya malaikat
kecil. Sungguh keluarga yang bahagia. Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap
tumbuh penuh cinta. Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa
Alif menolak dimandikan baby sitternya. " Alif ingin bunda mandikan."
Ujarnya. Karuan saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat
diperhitungkan, menjadi gusar. Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau
mandi dengan tante Mien, baby sitternya. Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan,
"Bunda, mandikan Alif " begitu setiap pagi. Rani dan suaminya
berpikir, mungkin karena Alif sedang dalam masa
peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta perhatian. Suatu sore,
temannya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter. "Bu Dokter, Alif
demam dan kejang-kejang. Sekarang di Emergency". Setengah terbang,
temannya Rani pun ngebut ke UGD. But it was
too late. Allah sudah punya rencana lain. Alif, si Malaikat kecil keburu
dipanggil pemiliknya. Rani, bundanya tercinta, yang ketika diberi tahu sedang
meresmikan kantor barunya, shock berat.
Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan
anaknya. Dan itu memang ia lakukan meski setelah tubuh si kecil terbaring kaku.
"Ini bunda, Lif. Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat
pedih. Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri
mematung. Berkali-kali Rani yang tegar itu berkata, "Ini sudah takdir, iya
kan? Aku di sebelahnya ataupun di
seberang lautan, kalau sudah saatnya, dia pergi juga kan ? ". Temannya
diam saja mendengarkan. "Ini
konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan
kuat. Hening sejenak. Angin senja berbaur aroma kamboja. Tiba-tiba Rani tertunduk. " Aku ibunya !"
serunya kemudian, " Bangunlah Lif. Bunda mau mandikan Alif. Beri kesempatan
bunda sekali lagi saja, Lif". Rintihan itu begitu menyayat. Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah merah.
Sekali lagi, saya tidak ingin
membahas perbedaan sudut pandang pembagian tugas suami istri. Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga
bergelayut manja : " Mandikan aku,
Bunda." Akankah kita menolak ?
Ataukah menunggu sampai terlambat ?
REFERENSI : ERAMUSLIM
KEPADA ANAKKU
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Tanganku sibuk sepanjang hari
Mencuci, menjahit, memasak
untukmu
Tapi bila kau bawa buku
bergambarmu
Dan minta waktuku sedikit saja
Untuk mendongeng atau bermain
Ku katakan, “Nanti saja ya sayang
?”
Ku dengar do’amu, kumatikan lampu
Kalau saja ku ulur
waktuku…..semenit saja
Karena hidup ini singkat,
tahun-tahun bagai bergegas
Seorang bocah tumbuh begitu cepat
Tak lagi ia disisiku
Membisikkan rahasia di telinga
Buku-buku cerita sudah lama
disimpan
Tak ada lagi cium selamat malam
Tak ada lagi do’a, ku dengar
Semua itu telah menjadi milik
hari kemarin
Tanganku yang dulu sibuk, kini
terdiam
Hari-hari begitu panjang dan sepi
Kalau saja aku bisa kembali ke
masa lalu
Bermain denganmu, bercerita
untukmu
(Jikalau anak telah dewasa, masa
kecil mereka tinggal kenangan)
5 (lima) Tipe Karyawan di Kantor Kita
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Pengklasifikasian karyawan dan pejabat
kantor ini didekati dengan istilah hukum yang digunakan dalam agama Islam.
Pendekatan ini sama sekali bukan untuk mencampuradukkan atau merendahkan nilai
istilah hukum tersebut, melainkan hanya sekedar guna mempermudah pemahaman kita
karena makna dari istilah hukum tersebut sangat sederhana dan akrab bagi kita.
Mudah-mudahan bisa jadi cara yang praktis untuk mengukur dan menilai diri
sendiri.
(Ide dasar ini diambil dari
pendapat Emha Ainun Najib)
1. Karyawan / Pejabat "Wajib"
Tipe karyawan atau pejabat wajib ini
memiliki ciri : keberadaannya sangat disukai, dibutuhkan, harus ada sehingga
ketiadaannya sangat dirasakan kehilangan.
Dia sangat disukai karena pribadinya
sangat mengesankan, wajahnya yang selalu bersih, cerah dengan senyum tulus yang
dapat membahagiaan siapapun yang berjumpa dengannya.
Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
Tutur katanya yang sopan tak pernah melukai siapapun yang mendengarnya, bahkan pembicaraannya sangat bijak, menjadi penyejuk bagi hati yang gersang, penuntun bagi yang tersesat, perintahnya tak dirasakan sebagai suruhan, orang merasa terhormat dan bahagia untuk memenuhi harapannya tanpa rasa tertekan.
Akhlaknya sangat mulia, membuat setiap orang meraskan bahagia dan senang dengankehadirannya, dia sangat menghargai hak-hak dan pendapat orang lain, setiap orang akan merasa aman dan nyaman serta mendapat manfaat dengan keberadaannya
2. Karyawan / Pejabat "Sunnah"
Ciri dari karyawan/pejabat tipe ini adalah
: kehadiran dan keberadaannya memang menyenangkan, tapi ketiadaannya tidak
terasa kehilangan..
Kelompok ini hampir mirip dengan sebagian
yang telah diuraikan, berprestasi, etos kerjanya baik, pribadinya menyenangkan
hanya saja ketika tiada, lingkungannya tidak merasa kehilangan, kenangannya
tidak begitu mendalam.
Andai saja kelompok kedua ini lebih
berilmu dan bertekad mempersembahkan yang terbaik dari kehidupannya dengan
tulus dan sungguh-sungguh, niscaya dia akan naik peringkatnya ke golongan yang
lebih atas, yang lebih utama.
3. Karyawan / Pejabat "Mubah"
Ciri khas karyawan atau pejabat tipe ini
adalah : ada dan tiadanya sama saja.
Sungguh menyedihkan memang menjadi manusia
mubadzir seperti ini, kehadirannya tak membawa arti apapun baik manfaat maupun
mudharat, dan kepergiannya pun tak terasa kehilangan.
Karyawan tipe ini adalah orang yang tidak
mempunyai motivasi, asal-asalan saja, asal kerja, asal ada, tidak memikirkan
kualitas, prestasi, kemajuan, perbaikan dan hal produktiflainnya. Sehingga
kehidupannya pun tidak menarik, datar-datar saja.
Sungguh menyedihkan memang jika hidup yang
sekali-kalinya ini tak bermakna. Harus segera dipelajarilatar belakang dan
penyebabnya, andaikata bisa dimotivasi dengan kursus, pelatihan, rotasi kerja,
mudah-mudahan bisa meningkat semangatnya.
4. Karyawan / Pejabat "Makruh"
Ciri dari karyawan dan pejabat kelompok
ini adalah : adanya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah.
Bila dia ada di kantor akan mengganggu
kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar,
setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerjaserta kinerja yang
baik dapat terwujud bila ia tidak ada.
Misalkan dari penampilan dan kebersihan
badannya mengganggu, kalau bicara banyak kesia-siaan, kalau diberi tugas dan
pekerjaan selain tidak tuntas, tidak memuaskan juga mengganggu kinerja karyawan
lainnya.
5. Karyawan / Pejabat "Haram"
Ciri khas dari kelompok ini adalah :
kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena
menguntungkan.
Orang tipe ini adalah manusia termalang
dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua
ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali
kepada dirinya sendiri.
Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit
kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak
amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas
ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat
masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".
Silahkan anda renungkan, kita termasuk
kategori yang mana...?
Semoga semua ini menjadi bahan renungan
agar hidup yang hanya sekali ini kita bisa merobah diri dan mempersembahkan
yang terbaik dan yang bermanfaat bagi dunia dan akhirat nanti. Jadilah manusia
yang "wajib ada". Semoga!
REFERENSI : KH. Abdullah Gymnastiar
5 (lima) S
Diposting oleh
Zulfikar Rezah
0
komentar
Ada
beberapa hal yang dapat kita lakukan dengan berinteraksi dengan sesama ini,
bagaimana kalau kita menyebutnya dengan 5 (lima) S : Senyum, salam, sapa,
sopan, dan santun.
S
yang pertama adalah senyum. Kita harus meneliti relung hati kita jikalau kita
tersenyum dengan wajah jernih kita rasanya ikut terimbas bahagia. Kata-kata
yang disampaikan dengan senyuman yang tulus, rasanya lebih enak didengar
daripada dengan wajah bengis dan ketus. Senyuman menambah manisnya wajah
walaupun berkulit sangat gelap dan tua keriput. Yang menjadi pertanyaan, apakah
kita termasuk orang yang senang tersenyum untuk orang lain? Mengapa kita berat
untuk tersenyum, bahkan dengan orang yang terdekat sekalipun. Padahal
Rasulullah yang mulia tidaklah berjumpa dengan orang lain kecuali dalam keadaan
wajah yang jernih dan senyum yang tulus. Mengapa kita begitu enggan tersenyum?
Kepada orang tua, guru, dan orang-orang yang berada di sekitar kita?
S
yang kedua adalah salam. Ketika orang mengucapkan salam kepada kita dengan
keikhlasan, rasanya suasana menjadi cair, tiba-tiba kita merasa bersaudara.
Kita dengan terburu-buru ingin menjawabnya, di situ ada nuansa tersendiri.
Pertanyaannya, mengapa kita begitu enggan untuk lebih dulu mengucapkan salam?
Padahal tidak ada resiko apapun. Kita tahu di zaman Rasulullah ada seorang
sahabat yang pergi ke pasar, khusus untuk menebarkan salam. Negara kita
mayoritas umat Islam, tetapi mengapa kita untuk mendahului mengucapkan salam
begitu enggan? Adakah yang salah dalam diri kita?
S
ketiga adalah sapa. Mari kita teliti diri kita kalau kita disapa dengan ramah
oleh orang lain rasanya suasana jadi akrab dan hangat. Tetapi kalau kita lihat
di mesjid, meski duduk seorang jamaah di sebelah kita, toh nyaris kita jarang
menyapanya, padahal sama-sama muslim, sama-sama shalat, satu shaf, bahkan
berdampingan. Mengapa kita enggan menyapa? Mengapa harus ketus dan keras?
Tidakkah kita bisa menyapa getaran kemuliaan yang hadir bersamaan dengan sapaan
kita?
S
keempat, sopan. Kita selalu terpana dengan orang yang sopan ketika duduk,
ketika lewat di depan orang tua. Kita pun menghormatinya. Pertanyaannya, apakah
kita termasuk orang yang sopan ketika duduk, berbicara, dan berinteraksi dengan
orang-orang yang lebih tua? Sering kita tidak mengukur tingkat kesopanan kita,
bahkan kita sering mengorbankannya hanya karena pegal kaki, dengan bersolonjor
misalnya. Lalu, kita relakan orang yang di depan kita teremehkan. Patut kiranya
kita bertanya pada diri kita, apakah kita orang yang memiliki etika kesopanan
atau tidak.
S
kelima, santun. Kita pun berdecak kagum melihat orang yang mendahulukan
kepentingan orang lain di angkutan umum, di jalanan, atau sedang dalam antrean,
demi kebaikan orang lain. Memang orang mengalah memberikan haknya untuk
kepentingan orang lain, untuk kebaikan. Ini adalah sebuah pesan tersendiri.
Pertanyaannya adalah, sampai sejauh mana kesantunan yang kita miliki? Sejauh
mana hak kita telah dinikmati oleh orang lain dan untuk itu kita turut
berbahagia? Sejauh mana kelapangdadaan diri kita, sifat pemaaf ataupun
kesungguhan kita untuk membalas kebaikan orang yang kurang baik?
Saudaraku,
Insya Allah. Andai diri kita sudah berjuang untuk berperilaku lima S ini,
semoga kita termasuk dalam golongan mujahidin dan mujahidah yang akan
mengobarkan kemuliaan Islam sebagaimana dicita-citakan Rasulullah SAW, Innama
buitsu liutammima makarimal akhlak, “Sesungguhnya aku diutus ke bumi ini untuk
menyempurnakan kemuliaan akhlak”.
REFERENSI : KH. Abdullah Gymnastiar
Langganan:
Postingan (Atom)